Oleh : Tarida Nur Aryani
Kini setelah membaca fakta diatas, apa
yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih
tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa
kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para
pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini
mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di
lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter
bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa.
Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul
ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa
kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan
rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang
masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama.
Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya
membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah
kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90
persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak
bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk.
Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80
persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional
quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana
dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting
pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola
roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas
karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak
tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu
menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya
melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang
berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada
tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia
kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis.
Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau
11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan
saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali
bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal.
Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan
secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya
amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat,
disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi
persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan
rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi
dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja
sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan
proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam
diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini
lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan
disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang
sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus
asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur
hidup terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan
karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan
berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta
keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang
lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa
diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa
tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan,
tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa
percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia,
sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To
educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to
society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan
aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)